Ketua RT (Pahlawan tanpa tanda jasa)
Kalau semua orang
besar di negeri ini berebut ingin menjadi Kepala Negara,Gubernur Bank,Bupati
atau ini itu mungkin inilah satu-satunya profesi yang tidak pernah diperebutkan
dan dicita-citakan penduduk negeri ini adalah jadi ketua RT karena banyak yang
beranggapan bawaha menjadi ketua RT itu merepotkan dan tidak digaji begitu
rata-rata alasan dari semua penduduk. Sampai-sampai dulu di kampung saya ada
istilah ketua RT seumur hidup karena selain pak RT kami dianggap sebagai
penduduk lama dan tertua juga karena para penduduk yang usianya relatif lebih
muda banyak yang enggan. Beda kalau jadi ketua RW seperti di kawasan lokalisasi
Putat Jaya atau Dolly Surabaya. Disana malah ada adu baliho dan poster layaknya
Pemilu kepala daerah dan negara. Karena konon pak RW disana dapat penghasilan
dari wisma-wisma yang berada di lingkungannya.
Bagaimana
tidak repot kalau enak-enak tidur malam rumah diketuk karena ada warga
meninggal, pas mau ngantor ada yang minta surat pengantar ke kelurahan mengurus
kelahiran, pindah rumah, atau mau menikah. Belum lagi kalau ada warga yang
ribut selalu saja ketua RT jadi mediatornya, arisan warga, beras raskin, tujuh
belasan dan seabreg pekerjaan lainnya. Pendek kata ketua RT itu seperti Utility
Player dalam sepakbola. Kadang jadi playmaker, tapi bisa juga jadi striker atau
stopper pada kondisi tertentu. Memimpin rapat oke, memimpin kerja bakti monggo,
memimpin demo juga ayo. Lucunya kalau pas ada urusan beginian para warga tidak
pernah ada yang respek dengan ketua RT. Bahkan pujian pun jarang diberikan.
Tetapi giliran ada beras raskin hilang, uang kas sosial nggak jelas, atau ada
janda yang hamil tiba-tiba semua menunjuk hidung ketua RT yang tidak becus
memimpin.
Dulu sebelum
keruntuhan rezim Soeharto pernah ada desas-desus penggajian ketua RT sebagai
stimulus agar ‘profesi’ yang satu ini tidak sepi peminat. Bahkan semua
perangkat kampung mulai Ketua RT, Sekretaris sampai Bendahara akan kecipratan
‘uang lelah’. Tapi isu tetaplah isu, jangankan uang lelah bentuk uangnya pun
sampai sekarang cuma ‘ngimpi’. Mungkin karena alasan itulah ada juga beberapa
oknum RT nakal yang akhirnya memainkan kewenangannya asal dapat uang lelah.
Walhasil dengan beberapa rupiah saja seorang teman asal kabupaten
Malang pernah memamerkan 3 KTP dari Probolinggo, Balikpapan dan kotamadya
Malang hasil nembak. Bahkan ada seorang WNA Bangladesh yang tidak
jelas asal-usulnya tiba-tiba bisa menikah di Surabaya karena mengantongi KTP
dari Sampang, Madura. Benar-benar aneh bin ajaib.
Meskipun
kelihatannya remeh tapi sesungguhnya tugas ketua RT itu begitu mulia dan
kemungkinan hanya ada satu-satunya didunia. Fungsinya paling tidak bisa menjadi
filter pertama dalam administrasi kependudukan, penggerak pembangunan bangsa di
sektor kemasyarakatan bahkan leader masyarakat dalam memantau gerakan
mencurigakan seperti teroris atau jaringan narkoba di lingkungannya. Jadi
mungkin tak berlebihan jika bukan hanya guru yang bisa kita sebut sebagai
pahlawan tanpa tanda jasa dan layak diberi label guru teladan dalam beberapa
event. Tapi selayaknya jabatan ketua RT semestinya bisa mendapatkan penghargaan
serupa semisal Ketua RT Teladan Indonesia atau Ketua RT Idol. Sehingga jabatan
ketua RT kelak bukan lagi jabatan untuk orang yang banyak menganggur di rumah
tapi benar-benar jabatan non politik yang bisa membawa perubahan dari dasar
sosial kemasyarakatan. Artinya seseorang bisa turut mengisi pembangunan dengan
menjadi Pak atau Bu RT atau bisa juga menangguk pahala dari pelayanannya
terhadap warga. So,ada yang siap jadi ketua RT?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar