Kasus Cebongan
Pelanggaran HAM Berat?
Tak diragukan lagi kasus
pembunuhan 4 tahanan Lapas Kelas IIB Cebongan, Sleman, DIY, oleh 11 orang
anggota Kopassus Grup 2 Karang Menjangan Kartosuro terindikasi kuat bentuk
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat berupa kejahatan terhadap
kemanusiaan.
Ada dua kategori
Pelanggaran HAM Berat berdasarkan ketentuan UU No 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia, yakni (i) kejahatan genosida dan (ii) kejahatan
terhadap kemanusiaan.
Pada kategori kedua
(kejahatan terhadap kemanusiaan) yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang diketahui bahwa
serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, salah
satunya berwujud pembunuhan.
Perbedaan utama
pembunuhan biasa (Pelanggaran Pidana) dengan pembunuhan sebagai bentuk
Pelanggaran HAM Berat adalah, pada pelanggaran HAM berat subjek pelakunya
adalah aparatur negara (termasuk TNI), yang dilakukan secara meluas atau
sistematis dan ditujukan secara langsung pada penduduk sipil.
Jika kronologis
penyerangan Lapas Cebongan tersebut dicermati dengan seksama, maka terlihat
benang merah pelanggaran HAM berat itu. Yakni, adanya serangan yang dilakukan
dengan sistematis dan terencana oleh 11 orang anggota Kopassus, dan setelah
serangan para komandannya terindikasi kuat melindungi perbuatan tersebut.
Sebagaimana luas
diberitakan, pasca penyerangan tersebut, Komandan Grup 2 Kopassus Karang
Menjangan Letkol Inf Maruli Simanjuntak membantah anak buahnya pelaku
penyerangan itu, sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com,
Sabtu (23/3/2013).
Pernyataan Letkol Inf
Maruli Simanjuntak tersebut diperkuat lagi oleh Pangdam IV/Diponegoro Mayjen
TNI Hardiono Saroso. “Bukan dari prajurit TNI, tidak ada prajurit yang terlibat.
Saya bertanggung jawab penuh sebagai Pangdam IV/Diponegoro,” ujarnya di
Magelang, sebagaimana dikutip dari Liputan6.com,
Sabtu (23/3/2013).
Pernyataan resmi Tim 9
TNI AD bahwa serangan anggota Kopassus Grup 2 Karang Menjangan sebagai tindakan
spontan masih perlu diselidiki lebih lanjut. “Spontan” itu maknanya apa, hal
mana jika dicermati ada gerakan terencana dari pusat latihan di Gunung Lawu
dengan membawa senjata AK-47 dari sana. Jadi, yang lebih tepat, serangan ini
terencana dengan baik.
Penulis sepakat dengan
Kompasianer Sdr Ahmad Yulianto dalam artikel ybs bertajuk “Balada Jiwa Korsa”
(HL 7/4/2013), bahwa spirit ‘jiwa korsa’ hanya untuk konteks perang. Tidak
tepat jiwa korsa dijadikan alasan untuk membunuhi masyarakat sipil, sekalipun
sipil itu preman. Hal ini tidak bisa diterima dalam konteks negara hukum.
Bagaimanapun hukum harus dijadikan panglima dalam penyelesaian suatu masalah.
Dengan demikian tidak
terlalu sulit bagi Komnas HAM untuk menyelidiki kasus ini. Sebab, gerakan
sistematis penyerangan Lapas Cebongan telah nyata diberitakan secara luas oleh
media massa, begitu pun perlindungan para komandannya pasca kejadian, tinggal
dikonfirmasi ulang dan disertai pengumpulan alat bukti yang cukup
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar