Don't Forget to Leave Comment


Kamis, 10 Oktober 2013

Mengapa Koperasi Sulit Berkembang


Mengapa Koperasi Sulit Berkembang di Indonesia?

          Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 menegaskan bahwa koperasi mepukan badan usaha berbasis pada kepentingan ekonomi anggotanya, wujud demokrasi ekonomi, dan gerakat ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Amanat konstitusi itu menempatkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian Nasional dan menjadi bagian integral dari data perekonomian Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan Pancasila.
          Empat Undang-Undang perkoperasian yang lahir sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 pun menegaskan peran strategismkoperasi dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Koperasi dipilih sebagai tulang punggung perekonomian nasional karena sangat cocok untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang berciri demokratis, otonom, partisipasif, terbuka, dan berwatak posisi sosial.
          Namun, secara de facto, sosok peran koperasi masih jauh ‘panggang dari api’. Kedudukan koperasi terstruktur dlam posisi yang marjinaldan terkungkung oleh berbai masalah internal yang melemahkan. Komitmen terhadap amanat pasal 33 UUD 1945, belum berhasil menciptakan fondasi dan bangunan keekonomian koperasi yang kokoh dan berketahanan. Sebagai badan usaha, koperasi dicitrakan gagal memenuhi harapan masyarat luas, yaitu entitas bisnis yang menguntungkan. Sebagai gerakan ekonomi rakyat, koperasi dianggap gagal menjadi aktor sentral demokrasi ekonomi.
          Secara eksternal, pesatnya pengaruh globalisasi pasar bebas ekonomi dunia telah menggiring perekonomian Indonesia ke arus kapitalisme dan menyulitkan posisi serta peran koperasi di zona ekonomi Indonesia. Peran strategis negara untuk mewujudkan ideologi ekonomi berbasis koperasi sebagaimana tercantum dalam Visi Besar Ekonomi Pasal 33 UUD 1945 tidak tampak nyata secara signifikan memberi hak sosial ekonomi rakyat berupa kemakmuran. Hal ini dikarenakan akibat koordinasi dan komitmen yang lemah pada tataran implementasi peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, keputusan menteri, dan kebijakan-kebijakan teknis operasional.
          Secara internal, lambannya perkembangan serta pergerakan koperasi di Indonesia disebabkan sejumlah faktor internal koperasi itu sendiri, yaitu:
1.     Modal Usaha dan Lapangan Kerja Terbatas
Sehingga sebagian koperasi hanya mengelola satu jenis usaha, dan sifatnya temporer serta monoton.
2.     Kurangnya Tenaga Kerja Profesional
Sebagian masyarakat enggan masuk sebagai pengelola koperasi karena dinilai tidak menjanjikan masa depan karena pengurus atau karyawan koperasi sering dikonotasikan terbelakang, pengusaha kelas teri, pengelolanya jauh dari kata profesionalisme.
3.     Kepastian Usaha, Segmentasi Pasar, dan Daya Dukung Organisasi sangat lemah
Percepatan usaha sangat lamban dan kurang mampu bersaing di pasar, baik pasar lokal, regional dan nasional , apalagi internasional.
4.     Visi dan Wawasan Bisnis Pengurus Koperasi yang Terbatas
Inovasi dan kreasi serta sinkonisasi tidak tercipta. Sistem pengelolaan usaha tidak transparan diantara anggota dan pengurus lainnya.
5.     Koperasi memiliki Ketergantungan dominan pada bantuan Pemerintah
Hal ini menyebabkan kurang mendapatkan kepercayaan dalam mengelola bisnis yang besar. Di satu sisi, koperasi mendapat kucuran dana yang sangat terbatas dan sedikit, dan di sisi lain, pihak perbankan kurang respek untuk memberikan kredit pinjaman yang memadai untuk modal yang berskala besar.
6.     Koperasi Tidak dikelola secara Profesional
Tidak ada follow up usaha secara tajam, tidak terjadi perputaran modal yang baik, tidak tercipta siklus kerja yang baku dan berstandar tinggi, serta tidak tumbuhnya partisipasi kerja secara intensif dan bermutu.
7.     Lalu lintas uang yang beredar di daerah terbatas
Hal ini mengakibatkan daya beli masyarakat melemah, yang berpengaruh pada perputaran modal yang berjalan lamban, dan untuk melakukan ekspansi usaha harus menunggu waktu yang lama.


Persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kiranya menjadi relatif lebih akut, kronis, lebih berat oleh karena beberapa sebab :
1.     Kenyataan bahwa pengurus atau anggota koperasi sudah terbiasa dengan sistem penjatahan sehingga mereka dahulu hanya tinggal berproduksi, bahan mentah tersedia, pemasaran sudah ada salurannya, juga karena sifat pasar “sellers market” berhubungan dengan pemerintah dalam melaksanakan politik. Sekarang sistem ekonomi terbuka dengan cirri khas : “persaingan”. Kiranya diperlukan penyesuaian diri dan ini memakan waktu cukup lama.
2.     Para anggota dan pengurus mungkin kurang pengetahuan/skills dalam manajemen. Harus ada minat untuk memperkembangkan diri menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi.


3.     Oleh karena pemikiran yang sempit timbul usaha “manipulasi” tertentu, misalnya dalam hal alokasi order/ tugas-tugas karena kecilnya “kesempatan yang ada” maka orang cenderung untuk memanfaatkan sesuatu untuk dirinya terlebih dahulu.
4.     Pentingnya rasa kesetiaan (loyalitas) anggota; tetapi karena anggota berusaha secara individual (tak percaya lagi kepada koperasi) tidak ada waktu untuk berkomunikasi, tidak ada pemberian dan penerimaan informasi, tidak ada tujuan yang harmonis antara anggota dan koperasi dan seterusnya, sehingga persoalan yang dihadapi koperasi dapat menghambat perkembangan koperasi.


Referensi:

Limbong, Bernhard; 2010; “Pengusaha Koperasi” “Memperkokoh Fondasi Ekonomi Rakyat” ; Jakarta ;Margaretha Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar