Don't Forget to Leave Comment


Rabu, 06 Maret 2013

Perdagangan Bebas Antara Indonesia dengan China


Ketertarikan ASEAN mengikutsertakan China menjadi partner dagang dalam ACFTA karena China memiliki potensi pasar yang bagus. Seperti yang kita ketahui China merupakan negara berkembang di Asia yang perkembangan ekonominya cukup pesat dan mampu mempertahankan pertumbuhan yang tinggi dibanding negara-negara lainnya, sehingga posisi Cina saat ini cukup penting dalam perekonomian global. China yang memiliki penduduk yang begitu besar yaitu 1,4 miliar yang merupakan pasar yang cukup besar dan potensial sehingga akan saling menguntungkan apabila dapat dijalin kerjasama diberbagai sektor ekonomi, karena disamping memiliki kemampuan investasi yang tinggi, Cina juga membutuhkan bahan baku dan barang modal untuk menggerakkan sektor industrinya. Dengan diberlakukannya pasar bebas tersebut, akan membuat produk-produk impor dari ASEAN dan China menjadi lebih mudah masuk ke pasar domestik. Selain itu harga produk tersebut juga menjadi lebih murah, disebabkan adanya pengurangan atau penghapusan tarif bea masuk.
Bagi Negara Republik Indonesia, perdagangan bebas ASEAN dengan China ini memberikan dampak positif dan negatif terhadap perekonomian. Dampak positifnya adalah terbukanya peluang Indonesia untuk meningkatkan perekonomiannya melalui pemanfaatan peluang pasar yang ada, dimana produk-produk dari Indonesia dapat dipasarkan secara lebih luas ke negara-negara ASEAN dan China. China yang memiliki wilayah yang luas, jumlah penduduk yang banyak, serta pertumbuhan ekonomi yang pesat menjadi pasar yang potensial untuk mengekspor produk-produk unggulan dari Indonesia ke negara tersebut. Dengan mengalirnya produk-produk Indonesia ke negara luar, maka kegiatan industri di Indonesia menjadi meningkat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara Indonesia.
Sebaliknya, perekonomian China yang begitu kuat terfokus pada ekspor menjadi tantangan bagi Indonesia. Ditambah lagi Pemerintah China yang mendukung penuh perdagangan masyarakatnya telah mampu untuk menghasilkan produk yang berkualitas, produk yang bervariasi, teknologi yang maju serta harga yang relatif murah. China yang memiliki keunggulan produk yaitu pada produk-produk hasil pertanian seperti Bawang putih, bawang merah, jeruk mandarin, apel, pir, dan leci. Tidak hanya pada bidang pertanian saja China unggul, namun  pada produk hasil industry seperti tekstil, baja, mainan anak-anak, perkakas rumah tangga, barang-barang elektronik, dan alas kaki membuat China semakin sulit untuk disaingi dimana mereka memiliki biaya produksi dan upah buruh yang murah. Sedangkan Indonesia begitu unggul di sector pertanian saja seperti minyak kelapa sawit (CPO), karet, kokoa, dan kopi. Kemudian produk yang harus bersaing adalah garmen, elektronik, sektor makanan, industri baja/besi, dan produk hortikultura.
Dengan demikian produk-produk dari China tersebut akan mendominasi pasar di Indonesia. Begitu pula produk Indonesia yang sama dengan produk dari China, namun Indonesia masih kalah bersaing di beberapa produk tersebut. Walaupun begitu Indonesia masih unggul dalam produk komponen otomotif, garmen, furniture, dan perlengkapan rumah tangga.[1] Walaupun memiliki unggulan produk, namun hal tersebut akan menjadikan sebuah tantangan yang berat bagi Indonesia karena harus bersaing dengan produk lain yang lebih murah dan berkualitas.
Secara umum, Negara Republik Indonesia masih tertinggal dari China, hal ini terlihat dari infrastruktur Indonesia yang jauh tertinggal dari China. Padahal infrastruktur yang baik akan menunjang dalam menciptakan biaya berproduksi murah yang selanjutnya akan menekan harga di tingkat konsumen. Infrastruktur yang baik juga sangat membantu dalam perluasan pasar hingga mencapai tingkat perdagangan ekspor-impor. Hal ini terlihat dari masih banyaknya jalan-jalan yang rusak dan adanya pungutan liar sehingga membuat naiknya harga produk-produk yang didistribusikan.
Dalam perdagangan bebas antara Indonesia dengan China ini, masyarakat memandang ACFTA sebagai ancaman, karena berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan dalam negeri. Perusahaan yang diperkirakan akan mengalami kebangkrutan tersebut adalah tekstil, mainan anak-anak, furniture, keramik dan elektronik. Bangkrutnya perusahan tersebut disebabkan karena ketidaksiapan para pelaku bisnis Indonesia, terutama bisnis menengah dan kecil dalam bersaing. Pemikiran tersebut didasarkan pada kondisi yang terjadi saat ini, dimana berbagai produk dari China telah membanjiri pasar Indonesia. Produk dari China yang masuk ke Indonesia sangat bervariasi dan memiliki harga yang relatif murah. Sebagai contoh, batik yang merupakan simbol budaya Indonesia telah dibuat pula oleh Cina. Dimana batik made in China tersebut telah tersebar di pasar-pasar tradisional atau pusat perbelanjaan grosir. Batik ini laku di pasaran karena harganya yang begitu murah dibandingkan batik asli Indonesia dan juga batik ini hampir mirip dengan batik buatan Indonesia.[2] Begitu pula yang terjadi pada produsen meubel Indonesia yang harus bersaing ketat dengan produk meubel dari China. Dimana meubel China berbentuk minimalis yang begitu diminati oleh masyarakat domestik. Ditambah lagi belum ada SNI (Standar Nasional Indonesia) bagi meubel Indonesia sehingga meubel dari China tersebut dapat tersebar bebas di Indonesia dan lebih laku.[3]
Secara perlahan ketika kelangsungan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) seperti batik, tekstil, mainan, kerajinan, jamu, keramik, meubel, dan lainnya mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal pun akan terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga angka pengangguran akan semakin meningkat. Seperti yang terjadi pada industri petrokimia yang harus mem-PHK 86.000 karyawannya karena tidak mampu bersaing dengan barang impor China[4]. Kemudian sebanyak 2.000 industri kecil tekstil yang masing-masing memperkerjakan antara 12 hingga 50 tenaga kerja terancam tutup.[5] Dengan begitu masyarakat lebih cenderung kepada produk tekstil dari China yang mempunyai harga lebih rendah dibandingkan dengan produk lokal. Akibatnya permintaan domestik terhadap produk tekstil menjadi menurun, sehingga mematikan produsen tekstil dalam negeri. Hal yang sama juga terjadi pada industri mainan, meubel dan lainnya.
Sementara itu, dengan diberlakukannya ACFTA, maka China yang akan memperoleh keuntungan dari ketersediaan sumber daya alam dan energi Indonesia. Negara China akan memanfaatkan sumber daya alam dan energi Indonesia itu untuk menggerakkan industri mereka dengan biaya yang murah dan hasilnya kemudian dipasarkan kembali ke Indonesia.
Masuknya produk China ke Indonesia tidak hanya berdampak terhadap produk Indonesia, akan tetapi juga berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Beberapa produk China yang masuk ke Indonesia mengandung racun dan zat yang berbahaya bagi kesehatan, seperti timbal yang terdapat pada mainan anak-anak.[6] Lalu, produk  yang mengandung susu dimana di dalamnya terdapat melamin. Melamin ini biasa digunakan pada pembuatan plastik, pupuk, dan pembersih.[7] Kemudian produk makanan berupa jeruk ditemukan mengandung formalin,[8] dan produk kosmetik juga ditemukan mengandung merkuri atau air raksa sehingga begitu berbahaya bagi tubuh.[9]
Berbagai permasalahan yang terjadi dengan masuknya produk dari China ke Indonesia menggambarkan  pengaruh negatif dari ACFTA terhadap industri dan juga kesehatan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu masyarakat dan para pengusaha industri tidak setuju atas pelaksanaan ACFTA karena merugikan mereka. Sementara itu pemerintah Republik Indonesia sampai saat ini masih tetap menjalankan ACFTA, karena dianggap akan dapat meningkatkan daya saing Indonesia terhadap barang-barang dari China tersebut.

komentar
setelah saya membaca artikel di atas, saya khawatir terhadap dampak negatif dalam perdagangan bebas antara indonesia dengan china sebab dengan adanya perdagangan bebas ini produk-produk yang berasal dari china akan mudah masuk ke indonesia tanpa dikenai biaya yg mahal atau bahkan tidak ada pajak sama sekali, disamping itu produk-produk dari china akan dijual murah di Indonesia yang akan mengakibatkan selera konsumen indonesia terhadap produk dari china tersebut akan meningkat, sedangkan permintaan produk dalam negeri akan merosot tajam dan perusahaan dalam negeri pun akan bangkrut, kalau sudah bangkrut pasti akan timbul PHK(pemutusan hubungan kerja) dan mengakibatkan pengangguran.
apalagi salah satu icon budaya indonesia yaitu batik tulis, daya beli masyarakat terhadap batik tulis tersebut akan menurun, dikarenakan adanya batik printing buatan China yg lebih modern dan pastinya murah itu, masyarakat Indonesia pasti akan beralih ke batik buatan china tersebut.
sepatu buatan cibaduyut pun terancam berkurang produksinya, karena adanya sepatu-sepatu buatan China, murahnya sepatu buatan China akan memukul industri kelas menengah kebawah, apalagi harga sepatu lokal minimal Rp.50.000,-
apalagi belakangan ini banyak makanan China yg mengandung racun, seperti melamin yg terkandung dalam susu, kalau masalah ini tidak ditindaklanjuti secara tegas, pasti sudah banyak masyarakat di Indonesia ini yg terkontaminasi dengan zat-zat yg berbahaya bagi kesehatan tersebut.
saya sebagai masyarakat Indonesia, belum siap dengan adanya perdagangan bebas tersebut, strategi kita pun dalam menghadapi perdagangan bebas tersebut masih dikatakan masih kurang, kalau kita tidak punya strategi yg kuat pasti kita akan menjadi penonton dirumah sendiri.
apalagi dampak negatif yg ditimbulkan dengan adanya perdagangan bebas ini sangat kompleks, para pengusaha pribumi pun akan merugi, pengangguran meningkat, serta dalam mengkonsumsi makanan yg mengandung zat berbahaya akan mempercepat kematian.
www.studentsite.gunadarma.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar