Don't Forget to Leave Comment


Senin, 09 Juni 2014

UU Perlindungan Konsumen (Sengketa Konsumen dan Pelaku Usaha)

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN

Menetapkan:
UNDANG UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I  : KETENTUAN UMUM
BAB II  : ASAS DAN TUJUAN
BAB III : HAK DAN KEWAJIBAN
BAB IV  : PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
BAB V  : KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
BAB VI  : TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
BAB VII : PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB VIII: BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
BAB IX  : LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT
BAB X  : PENYELESAIAN SENGKETA
BAB XI  : BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
BAB XII : PENYIDIKAN
BAB XIII: SANKSI
BAB XIV : KETENTUAN PERALIHAN
BAB XV  : KETENTUAN PENUTUP

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE



Contoh: Kasus Pembatalan Penerbangan Batavia Air
Refund Tiket Tidak Jelas
BANDARLAMPUNG – Calon penumpang Batavia Air mengaku sangat kecewa pada maskapai penerbangan itu. Pasalnya, hingga kemarin nasib tiket yang sudah dibeli oleh mereka tak kunjung jelas pertanggungjawabannya. Tak pelak, seluruh kantor cabang Batavia Air di Indonesia diserbu penumpang. Di Bandara Radin Inten II, Natar, Lampung Selatan, juga tidak ketinggalan. Sebanyak 300 penumpang tujuan Jakarta dan Batam telantar.
Puluhan anggota kepolisian dan TNI tampak berjaga di sekitar bandara untuk mengantisipasi hal buruk yang kemungkinan terjadi akibat kegagalan terbang para penumpang. Loket pembelian tiket pun tampak kosong melompong tak ada petugas ticketing seperti biasanya.

Cika (21), penumpang asal Lampung Utara, mengatakan, baru mendapat informasi pembatalan penerbangan pada malam hari pukul 22.00 WIB melalui pesan singkat. Ia kecewa terhadap manajemen Batavia Air yang secara mendadak menginformasikan hal itu. ’’Kecewa sekali. Harusnya kan sudah dari jauh hari dong dikasih kabar. Saya booking tiket ini dari 18 Januari 2013,’’ keluhnya.

Dia mengaku, dalam pesan yang diterimanya itu disebutkan untuk menghubungi call center Batavia Air guna mendapatkan informasi lebih lanjut. Namun, saat dicoba menghubungi nomor yang tertera, ternyata dalam keadaan tidak aktif. ’’Nggak ada yang aktif,’’ kata Cika.

Senada, Sumiah (34), penumpang asal Bakauheni, Lamsel, dengan tujuan Batam, juga mengaku kecewa tidak ada kejelasan dari pihak Batavia Air maupun bandara selaku fasilitator.

Sementara untuk memberikan ketenangan terhadap penumpang, Bandara Radin Inten II hanya bisa mendata penumpang Batavia Air. Selanjutnya dikonfrontasi kepada pihak maskapai. ’’Kami turut prihatin atas apa yang dialami Batavia Air yang dinyatakan pailit. Untuk penumpang yang sudah telanjur membeli tiket, mohon kesabarannya. Untuk sementara, pihak bandara memfasilitasi dengan mendata calon penumpang. Kami belum bisa menyimpulkan mengenai pengalihan maskapai lain,’’ kata Wakil Kepala Bandara Radin Inten II Dra. Elyana, M.M.

Namun, lanjutnya, penumpang bisa membeli tiket lagi apabila hendak menuju ke tempat tujuan. Karena proses refund butuh waktu. Pihaknya pun belum bisa mengalihkan penumpang ke maskapai lain karena tak ada koordinasi dari Batavia Air.

Kondisi serupa juga terjadi di kantor pusat Batavia Air, Jl. Juanda, Jakarta Pusat. Namun, setelah kantor itu kosong, mereka pun berdatangan ke kantor Kementerian Perhubungan di Jl. Merdeka Barat, Jakarta.

’’Kami di sini dari orang-orang yang dirugikan oleh Batavia Air. Kita datang ke sini untuk mediasi antara kita dengan maskapai penerbangan (Batavia Air, Red),’’ ujar Fajrin Mahu, salah satu penumpang Batavia Air yang sudah membeli tiket, kepada Jawa Pos (grup Radar Lampung) di depan kantor Kemenhub, Jakarta, kemarin.

Dia dan calon penumpang lain mengaku kesulitan menghubungi pihak Batavia Air terkait proses ganti rugi tiket yang sudah dibeli. ’’Batavia Air-nya kabur. Kalau bisa kita makan, kita makan mereka. Saya dari malam di bandara, cuma kantornya digembok. Yang di Kemayoran, katanya pindah. Hingga kini kosong hasilnya,’’ ungkap pria berusia 48 tahun yang hendak pergi ke Ambon.

Hal sama juga diutarakan calon penumpang lainnya, Adi Rusmin. Berbeda dengan Fajrin yang hanya membeli satu tiket, Rusmin kali ini sudah memboyong 11 tiket tujuan Ambon. ’’Saya sudah beli tiket untuk keluarga, 11 tiket ke Ambon. Seharusnya sudah berangkat hari ini. Tapi, ini saja nggak jelas ganti ruginya,’’ ucapnya.

Satu tiket tujuan ke Ambon dibeli dengan harga tiket hampir Rp600 ribu. Pihak Batavia Air, kata dia, telah mengundurkan jadwal menjadi 1 Februari 2013. ’’Tapi, diganti lagi jadi 2 Februari 2013, sampai sekarang belum jelas nasib tiket saya,’’ kata pria yang tinggal di Apartemen Jatinegara Baru, Jakarta.

Seperti diketahui, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Rabu (30/1) sore memutuskan mengabulkan permohonan dari perusahaan sewa guna pesawat International Lease Finance Corporation (ILFC) yang menggugat pailit PT Metro Batavia selaku operator maskapai penerbangan Batavia Air.

’’Mengabulkan permohonan pemohon (ILFC, Red) untuk seluruhnya,’’ ungkap ketua majelis hakim Agus Iskandar di Pengadilan Niaga Jakpus, Rabu (30/1).

Dalam amar putusannya, Agus menyatakan, Batavia Air memenuhi syarat untuk dinyatakan pailit sesuai UU No. 37/2004 tentang Kepailitan. ’’Menyatakan termohon yakni Batavia AIR pailit,’’ tegasnya.

Analisa
Dalam kasus pailitnya maskapai penerbangan Batavia Air, lagi-lagi konsumenlah yang menjadi korbannya. Ribuan calon penumpang Batavia Air di berbagai bandara  di Indonesia, baik yang berniat melakukan perjalanan udara dalam maupun luar negeri dibuat kecewa.

Kerugian konsumen akibat pailitnya Batavia Air ditaksir puluhan miliar rupiah, belum lagi klaim kerugian dari  Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies(ASITA) yang membawahi agen-agen perjalanan juga mencapai puluhan miliar rupiah. Menyikapi kerugian yang dialami konsumen Batavia Air maka perlu ketegasan dari pemerintah untuk memberikan perlindungan seperti yang telah diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

Di dalam UU. No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen pasal 3 ditegaskan bahwa perlindungan konsumen bertujuan antara lain meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;  mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;  meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen; menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; dan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.Maka pemerintah harus proaktif untuk turut melindungi hak-hak konsumen.  

Konsumen yang dilindungi oleh adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.  Konsumenlah yang diprioritaskan oleh pemerintah untuk mendapatkan perlindungan sesuai hak dan kewajibannya. Konsumen Batavia air pastilah sudah memenuhi kewajibannya dalam membeli tiket pesawat, datang sesuai jadwalnya dan pasti juga tertib sesuai peraturan yang berlaku sehingga dapat dipastikan bahwa dengan pembatalan sepihak dan tiba-tiba oleh maskapai penerbangan Batavia Air, maka kerugian yang dialami bukan cuma kerugian materiil yang bisa dihitung akan tetapi yang jauh lebih besar adalah kerugian immaterial yang tidak bisa ditaksir dengan mudah. Oleh karena itu disarankan: peran serta  pemerintah ke depan agar lebih ditingkatkan dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha  dalam melayani para konsumennya sehingga hak-hak konsumen tidak terabaikan dan terlindungi dengan baik


Dengan menilik dari kasus yang telah atau sedang terjadi di Indonesia, bisa dikatakan bahwa perlindungan konsumen di negara ini masih sangat rendah. Hal ini cukup kontradiktif mengingat Indonesia telah memiliki kebijakan tentang perlindungan konsumen, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK).
Secara garis besar, UU PK telah membatasi peran antar pelaku usaha dan konsumen, serta mengatur mengenai hak-hak yang dimiliki oleh konsumen. Ada beberapa poin penting dalam UUPK, yang perlu diketahui oleh masyarakat umum, baik konsumen maupun pelaku usaha.
Pertama, mengenai hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pelaku usaha dan konsumen.
Kedua, mengenai sanksi pidana bagi pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen. UU PK mengatur mengenai sanksi hukum pidana, seperti yang terdapat pada Pasal 62 ayat 1 dan ayat 2.
Ketiga, kasus persengketaan konsumen dan pelaku usaha yang bisa dibawa ke ranah pengadilan, dengan perantara lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha (Pasal 45). Sebagai realisasinya, Pemerintah telah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di beberapa kota di Indonesia seperti yang diamanatkan oleh Pasal 49 UU PK.

Sumber


Minggu, 08 Juni 2014

Kasus Hak Cipta (Pemalsuan Kain Batik Bentenan)

Sebelum kita membedah kasus mengenai hak cipta (copy right) disini saya akan membahas mengenai hak cipta terlebih dahulu.

PERATURAN & REGULASI TENTANG PENGGUNAAN PRODUK CHIP (HAK CIPTA)
UU No.19 tentang Hak Cipta
Berdasarkan UU RI no 19 tahun 2002
Bab 1 mengenai ketentuan umum, pasal 1
Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan. Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemamp uan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Dengan demikian, Hak Cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai:
1.      Database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi
2.      Penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio, media audiovisual dan/atau sarana telekomunikasi
3.       Penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa
4.      Penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak
5.      Batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung
6.      Pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi
7.      Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi
8.       Ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait
9.        Ancaman pidana dan denda minimal
10.  Ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang  No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta unsur- unsur penting yang terkandung dalam rumusan pengertian hak cipta, yaitu  :
·           Hak ekonomi yaitu hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan kepada pihak lain;
·         Hak moral yaitu hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya
·         Hak Eksklusif yaitu hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi. Pelaksanaan perjanjian lisensi tersebut disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi. Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.

Hak terkait adalah hak eksklusif bagi:
- Pelaku, untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya dan untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan hal itu;
- Produser, rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya dan untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan hal itu; dan
- Lembaga penyiaran, untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya dan untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan hal itu.Yang dimaksud dengan pelaku di atas, yaitu:
• Aktor;
• Penyanyi;
• Pemusik;
• Penari; atau
• Mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan,    menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama,tari, sastra, foklor, atau karya seni lainnya.

KASUS
Kasus yang saya akan ambil itu tentang pelmasuan kain batik bentenan. Dimana kali ini Lelaki DWP Alias Dolfie (48), warga Kelurahan Wulawan, Kecamatan Tondano Utara, Minahasa, terpaksa harus mendekam dalam sel tahanan Polresta Manado, setelah dirinya dilaporkan oleh Ibu Makardi Laoh Tambuwun selaku pemilik Yayasan Kreasi Masyarakat Sulawesi Utara (Karema), karena telah melakukan pemalsuan dan melangar Hak cipta (Haki) motif kain bentenan. Pelaku yang kesehariannya sebagai pengusaha ini dijebloskan ke ruang tahanan, Rabu (24/07) malam.
Adapun permasalahannya menurut Ibu Makardi, melalui Kuasa Hukumnya, Max Kariso SH, mengatakan bahwa pelaku telah memalsukan motif Binolokan, Bunaken, Cengkih, Kelapa dan Patola yang diketahui adalah motif yang telah didaftarkan sebagai Hak Cipta dari Yayasan Karema selama 50 tahun hak paten untuk memproduksi motif tersebut.

“Pelaku telah melanggar Haki beberapa motif kain batik bentenan,” ujarnya.

Menurutnya, motif bentenan ini telah hilang selama 200 tahun lebih, dan ditemukan kembali. Dan sebagai masyarakat Sulawesi Utara, sudah seharusnya menjaga salah satu Ikon Sulut yang sudah mendunia tersebut.

“Sebagai masyarakat Sulut, seharusnya kita menjaga Ikon ini, bukannya membajak,” tegasnya.

Lanjutnya, menurut Kariso, pelaku sudah melakukan aksinya selama dua tahun lebih, dan pihak korban sendiri nanti mengetahui ketika mendapati Kain bentenan yang mudah kusut dan luntur.

Mengetahui, produk telah dipalsukan, pihaknya memilih memproses kasus tersebut secara hukum.

Kapolresta Manado, Kombes Pol Drs Amran Ampulembang MSi, melalui Kasat Reskrim Kompol Albert V Montung, membenarkan adanya penahanan terhadap pelaku.

“Korban melaporkan kasus tersebut pada 21 Juni lalu. Dan pelaku sudah kami tahan guna mempertangungjawabkan perbuatannya,” sebutnya sembari menambahkan, pelaku sendiri dijerat dengan pasal Pasal 72, tentang Haki, yaitu menjual, mengedarkan dan mengandakan.

“Pelaku diancaman denda 500 juta, atau hukuman badan 5 Tahun penjara,” pungkas Montung.

 ANALISA
     Mungkin kalau kita lihat ini memang salah pelaku yang memalsukan karena jelas-jelas kain batik bentenan ini sudah didaftarkan sebagai Hak Cipta dari Yayasan Karema selama 50 tahun hak paten untuk memproduksi motif tersebut.
Tetapi disisi lain kita perlu tahu kalau Kain Bentenan ini merupakan warisan budaya masyrakat Bentenan di Minahasa Tenggara, maka seharusnya yang memegang hak cipta atau hak paten tersebut adalah negara atau pemerintah dalam hal ini Pemprov atau Pemerintah Kabupaten/Kota Setempat.
Sekilas terlihat Monopoli yang dilakukan oleh Yayasan ini. Bahkan, saat ini seseorang ada yang ditahan dan banyak pedagang barangnya yang disita berupa kain bentenan gara-gara dilaporkan oleh Yayasan ini bahwa mereka telah melanggar hak paten yang sudah dipatenkan oleh Yayasan tersebut. (padahal yang dipatenkan adalah Warisan Budaya seperti halnya Batik Jawa, Solo, dll)

Sumber

http://kikitamie25.blogspot.com/2013/07/penjelasan-hak-cipta-dan-contoh.html